Judul : Surat Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books (PT Mizan Publika)
Cetakan
ke-1 : Januari 2013
Tebal
Buku : 378 halaman
Sinopsis
Dahlan seorang perantau di
Samarinda. Sudah 3 tahun berlalu dia meninggalkan Kebon Dalem, kampung
halamannya. Awalnya tujuan Dahlan merantau yaitu untuk menjalani kuliah hingga
Sarjana di PTAI Samarinda agar bisa membahagiakan bapaknya. Tapi kenyataan
tidak sesuai harapan. Kuliah hanya bisa memberikan teori dan teori. Tidak bisa mengutarakan
pendapat secara bebas. Lama-kelamaan Dahlan merasa bosan kuliah. Rasa semangat
untuk menuntut ilmu pun pudar. Waktu kuliahnya sering dihabiskan di sekretariat
PII (Pelajar Islam Indonesia) bersama teman-temannya yaitu Syaiful, Syarifudin,
Latif, Nafsiah, dan lain-lain.
Sudah 3 tahun lamanya, Dahlan
melewati hari-hari di Samarinda. Selama itu pula Aisha, wanita yang menempati
hati Dahlan itu selalu mengirim surat kepada Dahlan setiap tengah bulan.
Sekedar memberitahu kabarnya, kabar teman-temannya dan segala yang terjadi di
Kebon Dalem. Tapi surat-surat itu tak pernah dibalas oleh Dahlan. Kali ini
Aisha memberitahukan bahwa Maryati akan pergi ke Samarinda. Tapi kali ini
Dahlan ingin membalas surat Aisha. Diambilnya kertas dan bolpoint, lalu
mulailah Dahlan membalas surat Aisha.
Dahlan dikejutkan kedatangan
Maryati di rumah Mbak Atun. Dahlan bingung, untuk apa Maryati datang ke
Samarinda? Sebagai temankah? Rasanya tidak mungkin. Maryati akhirnya mengatakan
bahwa tujuannya ke Samarinda yaitu untuk menemui Dahlan karena ia menyukai
Dahlan. Dahlan menjelaskan kepada Maryati, bahwa Dahlan tidak memiliki rasa
apapun kepada Maryati
Sejak jaman Soeharto, hak bebas
berpendapat seolah musnah. Dahlan dan Anggota PII pun melakukan unjuk rasa yang
dipimpin oleh Dahlan. Aksi Unjuk Rasa itu tidak didengar oleh pemerintah, malah
Dahlan dan Anggota PII lainnya dikejar-kejar tentara. 2 orang teman Dahlan,
Syaiful dan Syarifudin tertangkap oleh tentara. Tetapi tidak dengan Dahlan. Ia
diselamatkan oleh Nenek Saripa saat terjatuh di jurang. Selama berbulan-bulan
Dahlan bersembunyi di rumah Nenek Saripa karena Ia di cap buronan no.1 yang
dicari-cari tentara. Di rumah Nenek Saripa, Dahlan dipertemukan dengan Sayid,
keponakan Nenek Saripa. Dari Sayidlah, Dahlan mengetahui seluk beluk jurnalistik
dan atas ajakan Sayid, akhirnya Dahlan bekerja di Mimbar Masyarakat sebagai
watawan.
Setelah Dahlan tahu bahwa
dirinya telah terbebas sebagai buronan no.1, Ia merasa senang juga sedih karena
akan berpisah dengan orang yang selama ini
mengajarkan banyak hal yaitu Nenek Saripa. Dahlan berpamitan dan
langsung ke rumah Mbak Atun untuk mengabari berita gembira ini. Sesampainya di
rumah Mbak Atun, Dahlan dikejutkan dengan pernyataan Maryati yang ingin
dinikahi Dahlan. Merasa tidak mempunyai perasaan apa-apa dengan Maryati, Dahlan
menolaknya. Atas penolakan Dahlan, Maryati akhirnya menerima pinangan dari
Paijo. Dahlan pun lega.
Tiba-tiba ingatan Dahlan kembali
ke masalalu. Kenangan bersama Aisha. Terakhir Aisha mengirim surat meminta
Dahlan memberikan kepastian. Dahlan membalas suratnya dan bertanya kepastian
apa yang Aisha maksud?. Sudah lama Dahlan menunggu balasan Aisha, tapi tak
kunjung dibalas oleh Aisha. Dahlan pun berpindah ke lain hati yaitu Nafsiah.
Gadis tomboy dari Loa Kulu yang berpendirian kuat, anak dari seorang tentara,
dan memiliki suara merdu saat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Dahlan memberanikan diri melamar
Nafsiah di pertengahan malam. Berbincang dengan Bapaknya yang seorang tentara
membuatnya deg-degan. Perjuangan itu tidak sia-sia karena akhirnya Dahlan dan
Nafsiah menikah. Pernikahannya dikaruniai 2 anak yaitu Rully dan Isna. Di
tengah kebahagiaan Dahlan dengan keluarga barunya, Ia mendapat surat tugas dari
Majalah Tempo untuk segera ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta, Dahlan
dikejutkan dengan pemberitahuan bahwa Ia diberhentikan menjadi pembantu tetap
di Samarinda. Tapi sebagai gantinya, Ia diminta untuk menjadi pemimpin Koran
Jawa Pos di Surabaya.
Di samping sibuk bekerja. Dahlan
harus tetap memperhatikan anaknya. Rully ingin sekali bertemu dengan Kakek
Iskan, Ayah Dahlan. Tak kuasa menolak permintaan anaknya, Dahlan, Nafsiah dan
kedua anaknya pun pergi ke Kebon Dalem. Sesampai di Kebon Dalem, Iskan memeluk
erat Dahlan. Dahlan sangat senang bisa melepas rindu dengan Bapaknya setelah
sekian lama tak bertemu. Teman-teman sepermainan Dahlan mengunjungi Dahlan dan
mendengarkan nasehat dari Bapak Iskan. Warga Kebon Dalem takjub dengan
perubahan Dahlan. Dulu Dahlan merantau ke Samarinda tak membawa apa-apa. Pulang
ke kampung halaman sudah sukses menjadi wartawan, membawa istri, 2 anak dan 1
mobil. Perjuangan Dahlan selama ini akhirnya berbuah kesuksesan.
Kelebihan Buku
Kelebihan dari novel ini adalah bisa
memberikan inspirasi bagi yang membacanya terutama anak muda. Perjuangan dan
semangat tinggi seorang Dahlan muda yang bisa merubah nasibnya menjadi lebih
baik. Dahlan yang awalnya hidup serba kekurangan merantau ke Samarinda demi
membahagiakan Bapaknya. Hidup di rantau yang tidak semudah bayangannya,
membuatnya hampir putus asa. Tetapi dengan semangat hidup yang tinggu demi
membahagiakan bapaknya di kampung halaman, Dahlan akhirnya mendapat kesuksesan
dan kebahagiaan. Menjadi pemimpin di Koran Jawa Pos, mempunyai istri yang baik
hatinya, mempunyai 2 orang anak dan yang paling penting bisa membahagiakan
Bapaknya, Iskan.
Kekurangan Buku
Kekurangan dari buku ini karena di
dalam buku terdapat kata-kata yang kurang paham artinya. Terdapat kata-kata yang
maknanya tersirat. Seperti prerogatif, subversif, represif, kondusif, dll
Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa
Indonesia secara formal. Tetapi dalam percakapan terkadang ada tambahan Bahasa
Jawanya.
Tanggapan
Jika menulis sebuah kata yang
maknanya tersirat, sebaiknya diberi keterangan arti dari kata tersebut. Selain
untuk membuat pembaca paham maksudnya, juga bisa menambah wawasan para pembaca
yang awalnya belum mengetahui arti kata tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar