Sabtu, 05 Januari 2013

Perjalanan Hidup



Malam itu di kota Surabaya, suasana amatlah sepi dan sunyi. Tak seperti biasanya. Langit pun terlihat gelap. Bulan dan Bintang nampaknya enggan memancarkan sinar sedikitpun. Mereka memilih bersembunyi di balik kegelapan malam. Di balik tirai, aku duduk seorang diri di atas kasur. Diam dan termenung, merasakan dinginnya malam yang merasuk ke pori-pori tubuhku. Entah apa yang ada di pikiranku saat ini. Pikiranku bagaikan melayang ke luar angkasa mengelilingi planet-planet tanpa arah dan tujuan. Aku tertunduk, menangis sesengguhkan teringat masalah yang datang menghampiriku.
Seminggu yang lalu, Ibu telah menghadap sang Ilahi. Karena kepergiannya, Ayahku sangat terpukul sehingga aku pun diabaikan dan jarang diberi kasih sayang seperti dulu, Sahabatku tidak pernah memperdulikanku, mereka sibuk mengurusi urusannya masing-masing, dan besok ayahku akan pergi ke Malang karena pekerjaannya dipindah ke sana untuk selamanya. Aku dan Ayah akan pindah rumah disana, mau tidak mau aku juga harus ikut Ayah ke Malang.
Lamunanku terpecah saat Adzan Isya’ telah dikumandangkan.


Aku bangkit dari kasur menuju kamar mandi dengan mata yang masih bengkak. Ku putar kran air dan aku berwudlu. Hatiku rasanya tenang dan raut wajahku terlihat segar kembali setelah berwudlu. Ku tunaikan sholat Isya’ sendirian lalu ku lanjutkan dengan berdoa dan tak lupa mengaji. Ku ambil Al-Qur’an di atas meja bersama buku-buku yang lainnya. Aku membaca dengan tenang. Di tengah-tengah aku membaca Al-Qur’an, mataku terasa berat, sepertinya sudah waktunya untuk istirahat. Aku pun mengakhiri ngajiku lalu tidur.
Selang waktu 1 jam setalah aku tidur tiba-tiba bunga tidur datang menghampiriku. Aku bermimpi bahwa Aku dan Ayah tidak bahagia saat sudah hidup di Malang. Aku pun tidak mempunyai teman sejati yang bisa memahamiku. Aku terperanjat lalu terbangun, air mataku menetes laksana air hujan yang begitu deras dan tak henti-hentinya mengalir. Tapi Aku tersadar, besok aku akan berangkat ke Malang, air mataku reda perlahan dan aku melanjutkan tidurku. Kali ini tidurku begitu nyenyak, tak ada bunga tidur yang datang menghampiriku lagi.
Jam Alarm telah berbunyi, mataku terbuka. Ku lihat masih pukul 4 pagi. Aku bangkit dengan mata masih sayup menuju kamar mandi. Sesudah mandi dan wudlu, sambil menunggu adzan subuh, aku mengambil koper untuk menyiapkan semua barang-barang yang akan aku bawa untuk pindahan. Tepat setelah aku selesai mempersiapkan semuanya, adzan Subuh telah berkumandang. Aku melakukan sholat subuh dan kulanjutkan dengan mangaji seperti biasanya. Di saat aku mengakhiri mengaji, ada orang yang mengetuk pintu kamarku. Aku menaruh Al-Qur’an pada tempatnya dan segera membukakan pintu kamarku. “kreek..” suara pintu saat aku buka. Ternyata Ayahku. Belum sempat aku bertanya ada apa, Ayahku sudah mendahuluinya “cepat ke bawah, kita akan berangkat setalah makan pagi.”
“iya yah.” Sahutku

Aku memastikan semua barang tidak ada yang tertinggal. Setelah itu aku turun untuk makan pagi. Aku dan Ayah makan seadanya. Di meja makan Aku dan Ayah hanya diam, tidak berkata apa-apa. Setelah selesai, Ayah keluar rumah duluan untuk mempersiapkan kendaraan. Aku bangkit dari kursi, ku pandangi sekeliling rumah, andai Ayah tau, saat ini hatiku sedang menjerit seolah tak mau meninggalkan rumah ini. Rumah yang aku tempati dari kecil bersama keluargaku, banyak kenangan di sini, dan sekarang aku meninggalkannya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Andaikata kita tidak pindah, kita tak bisa hidup karena saat ini pekerjaan Ayah ada di Malang. Aku terhentak saat Ayah memegang pundakku dari belakang. “Ayo tunggu apa lagi. Kita berangkat sekarang.” Aku menoleh pada Ayah seraya berkata “Iya yah.” Kita berdua pun berangkat. Selama perjalanan aku tertidur di mobil.
            Perjalanan dari Surabaya ke Malang kira-kira 3 jam. Aku dan Ayah tiba disana sekitar pukul 9. Aku sudah di depan rumah baruku. Rumahnya tidak besar dan tidak kecil. Cukuplah untuk Aku dan Ayah. Rumah yang sederhana dan bersih. Di sebelah rumah terdapat kolam ikan kecil, Masjid pun tidak jauh dari rumah kami, bisa ditempuh dengan 5 langkah saja. Pasar swalayan juga dekat dari sini. Menurutku rumah ini sangat strategis. Aku pun masuk ke rumah itu. Ayah menunjukkan kamar buat aku. “Ini kamar kamu, gimana kamu senang gak disini?” tanya ayah. “Iya yah, aku senang. Rumahnya bagus kok.” sahutku. Ayah memelukku dan mencium keningku. Ayahku sekarang sudah perhatian lagi . Aku sangat senang sekali. Tetapi seandainya masih ada Ibu, Aku akan merasa lebih senang lagi. Tapi Aku tak bisa terus menyalahkan apa yang sudah ditakdirkan kepada kita. Allah pasti memberikan yang terbaik untuk kita.

xxxxx

            Keesokan harinya, aku diantar ayah ke sekolahku yang baru. Dalam perjalanan menuju sekolah, hatiku berdegub kencang sekali. Mungkin karena aku akan menjadi anak baru, yang belum mengenal siapapun jua di sana. Aku sudah sampai di sekolahku yang baru yaitu SMA Hidayatulllah Malang. Sekolah ini cukup bagus. Aku masuk ditemani Ayah menuju ruang Kepsek. Selanjutnya aku diantar ke kelasku sedangkan Ayah berangkat bekerja.
“Anak-anak, ini ada teman baru dari Surabaya. Silahkan nak perkenalkan dirimu”
Aku pun memperkenalkan diri dengan groginya
“Perkenalkan nama saya Afirah Cahyani. Panggil saja Afirah. Aku pindahan dari SMA Melati Surabaya. Trimakasih”
“Silahkan duduk di bangku yang kosong” ucap gurunya
“Iya, terimakasih Bu” sahutku
            Aku pun duduk di sebelah cewek. Dia tersenyum kepadaku. Namanya Annisa. Aku bercakap-cakap sebentar dengannya sekedar berkenalan karena kita sedang pelajaran. Pelajaran yang amat ku sukai yaitu matematika. Bukan hanya aku saja yang suka, ternyata Annisa pun suka matematika. Selama pelajaran ini kita berdiskusi. Menyenangkan sekali mempunyai teman sepertinya. Saat istirahat pertama, Annisa mengajakku ke mushola sekolah untuk sholat dhuha. "wah baru pertama kali ada temanku yg mengajak sholat, di skolahku yg dulu, sahabatku aku ajak sholat saja susahnya minta ampun" batinku dalam hati. Aku dan Annisa menuju mushola dan kami sholat dhuha bersama.

Tak terasa sudah hampir satu semester aku bersama Annisa. Meskipun hanya sebentar, kita begitu akrab dan lengket seperti ada lemnya. Entahlah apa yang membuatku merasa nyaman bersahabat dengannya. Tak seperti sahabat-sahabatku duu saat masih sekolah di Surabaya. Mungkin inilah yang dinamakan sahabat sejati. Persahabatan yang dilandasi cinta kepada Allah. Inilah kisah persahabatanku dengannya. Telah banyak pengalaman suka maupun duka yang kita lewati bersama. Dan yang leih sering adalah pengalaman yang tidak mengenakkan. Tapi inilah hidup, pasti ada yang menyenangkan dan sebaliknya. Tiba-tiba pikiranku teringat saat-saat Aku dan Annisa sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pengalaman yang tak pernah ku sangka sebelumnya.
Suatu saat pernah aku dan Annisa kebabisan uang saku sedangkan Ayah sedang tidak menjemputku les. Tanpa pikir panjang, Aku dan Annisa pun pulang dengan jalan kaki. Padahal jarak dari les ke rumah kita amatlah jauh. Di tengah perjalanan kita bertemu dengan dengan anjing yang kabur dari pemiliknya. Kita amat ketakutan. Aku dan Annisa bergandengan tangan lalu Kita lari terbirit birit bagaikan di kejar dinosaurus dan akan dimangsanya. Pikiranku melayang membayangkan yang tidak-tidak. Tetapi syukurlah Allah masih berbaik hati kepada kita berdua. Pada akhirnya anjing itu berhasil dipegang pemiliknya. Hatiku sangat gembira dan rasanya plong. Aku dan Annisa pun melanjutkan perjalanan dengan hati yang gembira. Kita berjalan sambil berbicang-bincang dengan santainya, hingga tak tahu kalau ada orang gila yang akan mendekati kita. Orang itu telanjang alias tak berbaju, dia menghadap kami sambil tersenyum menggoda. “Anjing sudah berlalu, gantinya orang gila”, gumamku. orang gila itu mendekat sambil memegang2 kami. Aku pun berjalan semakin cepat dan lari ke kampung penduduk setempat. Setelah ku rasa aman, kami melanjutkan perjalanan pulang. "hari ini kita begitu sial" ucapku ke Annisa. "Iya, tapi dengan begini kita bisa mengahadapi kesusahan ini bersama." sahutnya. Baru. Sesaat kemudian terdengar suara yang membuat jantung kami sempat mau copot. Suara nya seperti bom meledak. Kita penasaran dan akhirnya menoleh. Tapi ternyata bukan bom melainkan kembang api yang bertaburan di langit. Sumbernya dari sebuah pusat perbelanjaan seperti mall yang sedang mengadakan acara. Kita pun menikmati kembang api itu yang tanpa sepengetahuan kita ternyata hari sudah hampir malam. Saat ku melihat jam tanganku, ternyata sudah jam setengah 9 malam. Aku dan Annisa pun akhirnya melanjutkan perjalananku. Aku sampai di rumah lebih dulu karena rumahku lebih dekat daripada Rumah Annisa. Aku berpamitan pulang dulu ke Annisa.
Saat pikiranku melayang mengingat masa-masa itu, Annisa memecah lamunanku. "Hei Firah, ayo kita masuk Aula. Acara segera dimulai.". Lamunanku hilang seketika dan Kami langsung menuju Aula. Sekarang adalah hari yang paling aku nanti-nantikan. Bukan hanya aku saja, tetapi semua anak menantikannya. Hari ini dan tepat saat ini adalah pembagian ijazah. MC yang membagikan ijazah sudah siap di atas panggung. Satu-persatu anak naik ke panggung untuk mengambil ijazahnya. Dan di akhir acara, di umumkan 3 anak yang mendapat nilai UNAS terbaik. Inilah saat-saat yang menegangkan. Pembawa acara membuka lembaran yang bertuliskan nama anak-anak tersebut. Lalu membacakannya “Inilah nilai siswa siswi terbaik angkatan tahun ini di SMA Hidayatullah.” Pembawa acara diam sejenak dan semakin membuat anak-anak penasaran ingin mengetahuinya. Selang beberapa menit MC melanjutkan lagi “Yang pertama adalah Annisa Aprillia dari kelas XII IPA 1, yang kedua adalaaah Afirah Cahyani dari kelas XII IPA 1 juga dan yang ketiga adalaaah Muhammad Rizky Pratama dari kelas XII IPS 2. Yang saya panggil harap maju ke atas panggung.” Spontan semua orang yang ada di ruang itu bertepuk tangan mendengarnya. Aku dan Annisa tak percaya. Tapi kita sangat bersyukur. Kita berpelukan lalu naik ke atas podium bersama-sama. Kita diberi Piagam penghargaan dari sekolah. Lalu kita mencium tangan Ibu Kepala Sekolah Kita. Setelah itu ki turun dari panggung dan menemui orang tua kita masing-masing. “Selamat ya nak. Ayah bangga mempunyai anak sepertimu firah” ucap ayah. “Iya yah. Ini semua juga berkat ayah. Andai Ibu ada disini pasti aku sangat bahagia” sahutku. “Ibumu disana pasti sangat bahagia denganmu nak.” Ucapnya. Aku memeluk Ayah dan menangis bahagia. Ayah dan Aku pulang bersana dengan Annisa dan Ayahnya. Kita bahagia sekali.

Mungkin inilah jalan kehidupan yang ditakdirkan Allah. Kita tak pernah mengetahuinya sedikitpun. Musibah adalah cobaan. Yang baik bagi kita belum tentu baik bagi Allah. rencanaNya memang misterius. Tapi itu semua akan membuat kita bahagia. Inilah hikmahnya aku pindah ke malang. Mempunyai sahabat yang sejalan denganku, dan selalu mengingatkanku kebaikan. Inilah Sahabat Sejati yang membawa kita ke jalan kebenaran ^_^

Ini Hanylah Kisah Fiktif belaka.
Ditulis oleh Siti Novia Turrachmah
Sabtu, 5 Januari 2013 / 09:45 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar